Selasa, 06 November 2012

ASUHAN KEPERAWATAN HYALINE MEMBRANE DISEASE – RESPIRATORY DISTRESS SYDROME (RDS)

I. DEFINISI
Dikenal juga sebagai respiratory distress sydrom yang idiopatik, hyaline membrane disease merupakan keaadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Kira-kira 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.


Bangunan paru janin dan produksi surfactan penting untuk fungsi respirasi normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing bayi. Bayi prematur lahir sebelum produksi surfactan memadai. Surfactan, suatu senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan, tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya komplians paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory. Reduksi pada ventilasi akan menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi buruk, menyebabkan keadaan hipoksemia. Hipoksia jaringan dan acidosis metabolik terjadi berhubungan dengan atelektasis dan kegagalan pernafasan yang progresif.


RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur, biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.


II. ETIOLOGY DAN FAKTOR PRESIPITASI
- Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactan
- Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
- Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau prematur.


III. PENGKAJIAN
Riwayat maternal
- Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
- Kondisi seperti perdarahan placenta
- Tipe dan lamanya persalinan
- Stress fetal atau intrapartus


Status infant saat lahir
- Prematur, umur kehamilan
- Apgar score, apakah terjadi aspiksia
- Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar


Cardiovaskular
- Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal


Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling


Neurologis
- Immobilitas, kelemahan, flaciditas
- Penurunan suhu tubuh


Pulmonary
- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase desaturasi hemoglobin
- Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea


IV. STATUS BEHAVIORAL
- Lethargy


V. STUDY DIAGNOSTIK
- Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.


Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Ø Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Ø Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Ø Tingkat phosphatydylinositol
- Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak


VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Kolaboratif problem : Insufisiensi respiratory berhubungan dengan penurunan volume dan komplians paru, perfusi paru dan vintilasi alveolar


Tujuan 1 : Tanda dan gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko infant terhadap RDS dapat teridentifikasi



Intervensi
Rasional

1. Kaji infant yang beresiko mengalami RDS yaitu :
- Riwayat ibu dengan daibetes mellitus atau perdarahan placenta
- Prematuritas bayi
- Hipoksia janin
- Kelahiran melalui operasi caesar
Pengkajian diperlukan untuk menentukan intervensi secepatnya bila bayi menunjukkan adanya tanda disstres nafas dan terutama untuk memperbaiki prognosa

2. Kaji perubahan status pernafasan termasuk :
- Takipnea (pernafasan diatas 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x)
- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal atau substernal dengan penggunaan otot bantu nafas
- Cyanosis
- Episode apnea, penurunan suara nafas dan adanya crakles
Perubahan tersebut mengindikasikan RDS telah terjadi, panggil dokter untuk tindakan secepatnya
- Pernafasan bayi meningkat karena peningkatan kebutuhan oksigen
- Suara ini merupakan suara keran penutupan glotis untuk menghentikan ekhalasi udara dengan menekan pita suara
- Merupakan keadaan untuk menurunkan resistensi dari respirasi dengan membuka lebar jalan nafas
- Retraksi mengindikasikan ekspansi paru yang tidak adekuat selama inspirasi
- Cyanosis terjadi sebagai tanda lanjut dengan PO2 dibawah 40 mmHg
- Episode apneu dan penurunan suara nafas menandakan distress nafas semakin berat

3. Kaji tanda yang terkait dengan RDS
- Pallor dan pitting edema pada tangan dan kaki selama 24 jam
- Kelemahan otot
- Denyut jantung dibawah 100 x per menit pada stadium lanjut
- Nilai AGD dengan PO2 dibawah 40 mmHg, pco2 diatas 65 mmHg, dan pH dibawah 7,15


Tanda-tanda tersebut terjadi pada RDS
- Tanda ini terjadi karena vasokontriksi perifer dan penurunan permeabilitas vaskuler
- Tanda ini terjadi karena ekshaution yang disebabkan kehilangan energi selama kesulitan nafas
- Bradikardia terjadi karena hipoksemia berat
- Tanda ini mengindikasikan acidosis respiratory dan acidosis metabolik jika bayi hipoksik

4. Monitor PO2 trancutan atau nilai pulse oksimetri secara kontinyu setiap jam
Nilai PO2 traskutan dan pulse oksimetri non invasif menunjukkan prosentase oksigen saat inspirasi udara.



Tujuan 2. Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi pulmonal

Intervensi
Rasional

1. Berikan kehangatan dan oksigen sesuai dengan sbb
- Oksigen yang dihangatkan 31,7C – 33,9C
- Humidifikasi 40% - 60%
- Beri CPAP positif
- Beri PEEP positif
Untuk mencegah terjadinya hipotermia dan memenuhi kebutuhan oksigen tubuh





2. Berikan pancuronium bromide (Pavulon)


Obat ini berguna sebagai relaksan otot untuk mencegah injury karena pergerakan bayi saat ventilasi

3. Tempatkan bayi pada lingkungan dengan suhu normal serta monitor temperatur aksila setiap jam
Lingkungan dengan suhu netral akan menurunkan kebutuhan oksigen dan menurunkan produksi CO2.

4. Monitor vital signs secara kontinyu yaitu denyut jantung, pernafasan, tekanan darah, serta auskultasi suara nafas
Perubahan vital signs menandakan tingkat keparahan atau penyembuhan

5. Observasi perubahan warna kulit, pergerakan dan aktivitas
Karena perubahan warna kulit, pergerakan dan aktivitas mengindikasikan peningkatan metabolisme oksigen dan glukosa. Informasi yang penting lainnya adalah perubahan kebutuhan cairan, kalori dan kebutuhan oksigen.

6. Pertahankan energi pasien dengan melakukan prosedur seefektif mungkin.
Mencegah penurunan tingkat energi infant

7. Monitor serial AGD seperti PaO2, PaCo2, HCO3 dan pH setiap hari atau bila dibutuhkan
Perubahan mengindikasikan terjadinya acidosis respiratorik atau metabolik



Diagnosa keperawatan : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.


Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi



Intervensi
Rasional

1. Berikan infus D 10% W sekitar 65 – 80 ml/kg bb/ hari


Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat secara oral

2. Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi lambung
Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin dilakukan.

3. Cek lokasi selang NGT dengan cara :
- Aspirasi isi lambung
- Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada lambung
- Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak akan memproduksi gelembung
Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan

4. Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut :
- Elevasikan kepala bayi
- Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian 6 – 8 inchi dari kepala bayi
- Berikan makanan dengan suhu ruangan
- Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam


Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi

5. Berikan TPN jika diindikasikan


TPN merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika bowel sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.



Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sensible dan insesible


Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit



Intervensi
Rasional

1. Pertahankan pemberian infus Dex 10% W 60 – 100 ml/kg bb/hari
Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan

2. Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari, tergantung dari urine output, penggunaan pemanas dan jumlah feedings


Mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien. Takipnea dan penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan
Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan infusion pump

Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan fatal.

4. Monitor intake cairan dan output dengan cara :
- Timbang berat badan bayi setiap 8 jam
- Timbang popok bayi untuk menentukan urine output
- Tentukan jumlah BAB
- Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari
Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak seimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan

5. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam


Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit



Diagnosa keperawatan : Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis


Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding antara orangtua dan infant



Intervensi
Rasional

1. Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan dan penggunaan koping mekanisme
Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan membangun strategi koping yang efektif

2. Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal tentang kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit intensive, prosedur dan pengobatan infant
Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya sehingga membantu menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat kecemasan

3. Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang kondisi perkembangan infant
Informasi dapat mengurangi kecemasan

4. Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut terlibat dalam perawatan anaknya
Memfasilitasi proses bounding

5. Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas
Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat, serta membantu orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada anaknya.



DAFTAR PUSTAKA


Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1994

ASUHAN KEPERAWATAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA FOSFAT ORGANIK (IFO)


Pengertian umum :
Pestisida adalah semua yang dipakai untuk membasmi hama, antara lain terdiri dari :
a.       Insektisida             : Khusus untuk serangga
b.      Rodentisida           : Untuk membasmi tikus
c.       Herbisida               : Untuk membasmi tanaman pengganggu.

Dua macam insektisidayang paling banyak dipakai :
1.      Insektisida hidrokarbon khorin (HK = Chlorida hydrocarbon)
2.      Insektisida fosfat organik (IFO =organo phosphate insectiside)

Sifat-sifat IFO
Insektisida penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal, dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.

Jenis-jenis IFO
1.      Insektisida untuk dipakai  dalam pertanian :
Tolly (Malathion)              Parathion
Basudin                             Diazinon
Phosdrin                            Systox

2.      Insektisida untuk keperluan rumah tangga
Mafu (DDVP = Dichiorvos)         Baygon (DDVP + Propoxur)
Raid (DDVP + Propoxur)             Startox (DDVP + Allethrin)
Shelltox (DDVP + Pyrethroid)

Pathogenesis

  1. IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetil kholin esterase tubuh (KhE).
  2. Dalam keadaan normal, enzim KhE bekerja untuk menghidralisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh-KhE yang bersifat inaktif.
  3. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO-KhE menetap (Irreversible)
Pada keracunan carbamate : bersifat sementara (reversible)
Secara  farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
  1. Muskarinik terutama pada otot polos saluran pencernaan makanan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkhus dan jantung.
  2. Nikotinik, terutama pada otot-otot bergaris, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.
  3. SSP, menimbulkan rasa nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang sampai koma.

Diagnosis
1.      Gambaran klinik
Yang palig menonjol adalah  hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/keringat/urine/saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
  1. Keracunan ringan
- Anoriksia                  - Nyeri kepala              - Rasa lemah
- Rasa takut                 - Tremor lidah             - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
  1. Keracunan sedang
- Nausea                      - Muntah-muntah        - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi             - Hiperhidrosis            - Fasikulasi otot
- Bradikardi
  1. Keracunan berat
- Diare                         - Pupil “pin-Point”      - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas               - Sianosos                    - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses     - Konvulsi
- Koma                        - Blokade jantung       - Akhirnya meninggal

2.      Pemeriksaan laboratorium
  1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
  2. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darahmerah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal)
Keracunan akut :   ringan  40 – 70 % N
                              Sedang 20 % N
                        Berat < 20 % N
Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.

3.      Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.

Pengobatan

1.      Resusitasi
a.       Bebaskan jalan napas
b.      Napas buatan + O2, kalau perlu gunakan respirator pada kegagalan napas yang berat.
c.       Infus cairan kristaloid.
d.      Hindari obat-obatan penekan SSP

2.      Eliminasi
Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
3.      Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada pada tempat-tempat penumpukannya.
a.       Mula-mula berikan bolus intra vena 1 – 2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg.
b.      Dilanjutkan dengan 05 –1 mg setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takhikardi, midriasis, febris, psikosis. Pada anak 0,02 – 0,05 mg/kg iv tiap 10 – 30  menit.
c.       Selanjutnya setiap 2 – 4 – 6  dan 12 jam.
d.      Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24 jam.
e.       Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound efect” berupa edema paru/kegagalan pernapasan akut, sering fatal.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.
Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehinggatimbul reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2 PAM (pyrydin – 2 – aldoxime methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat pada keracunan IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.
Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 – 20 menit), diulang setelah 6 – 8 jam, hanya diberikan bila pemberian atropin telah adekuat. Pada anak-anak 25 – 50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 – 8 jam.

Prognosis
Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa :
a.       Resusitasi kurang baik dikerjakan.
b.      Eliminasi racun kurang baik.
c.       Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.

Pengkajian Keperawatan

a.       Tanda-tanda vital
-          Distress pernapasan
-          Sianosis
-          Takipnoe
b.      Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
c.       GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
d.      Kardiovaskuler
Disritmia.
e.       Dermal
Iritasi kulit
f.       Okuler
Luka bakar kurnea
g.      Laboratorium
          Eritrosit menurun
          Proteinuria
          Hematuria
          Hipoplasi sumsum tulang
h.      Diagnostik
          Radiografi dada dasar/foto polos dada
          Analisa gas darah, GDA, EKG

Intervensi secara umum

Perawatan Suportif
1.      Jalan nafas
2.      Pernapasan
3.      Sirkulasi

Pencegahan Absorbsi

1.      Ipekak dianjurkan pada pasien dalam keadaan sadar dengan ingesti terhadap :
  1. Distilat petroleum dalam jumlah yang besar
  2. Distilat petroleum dengan adiktif toksik serius (logam berat, insektisida)
  3. Hidrokarbon aromatik halogen.
2.      Lakukan lavage pada pasien yang memerlukan dekontaminasi tetapi terlalu sakit untuk diberikan ipekak
3.      Arang obat
4.      Katartik Saline

Pemantauan Jantung : pada pasien simptomatik
Tekanan Ekspirasi :
Akhir positif mungkin diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul

Diagnosa .1 :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi :
Keseimbangan cairan adekuat
-          Tanda-tanda vital stabil
-          Turgor kulit stabil
-          Membran mukosa lembab
-          Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
1.      Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :  Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.
2.      Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.
3.      Catat adanya mual, muntah, perdarahan
Rasional :  Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.
4.      Pantau tanda-tanda vital
Rasional :  Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).
5.      Berikan cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis.
Rasional :  Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi.
6.      Kolaborasi dalam pemberian antiemetik
Rasional :  Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan  pemasukan.
7.      Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.
Rasional :  Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
8.      Pantau studi laboratorium (Hb, Ht).
Rasional :  Sebagai indikator/volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.

Diagnosa .2 :
Resiko pola napas tidak efektif  berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi :
-          RR normal : 14 – 20 x/menit
-          Alan napas bersih, sputum tidak ada
Intervensi :
1.      Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan
Rasional :  Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin  berubah-ubah secara drastis.
2.      Tinggikan kepala  tempat tidur
Rasional :  Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk  untuk menigkatkan inflasi paru.
3.      Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional :  Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
4.      Auskultasi suara napas
Rasional :  Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.

5.      Berikan O2 jika dibutuhkan
Rasional :  Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
6.      Kolaborasi untuk  sinar X dada, GDA
Rasional :  Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.

Diagnosa .3 :
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.
Tujuan :           Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan  perilaku adaptif dalam pemecahan masalah.
Kriteria Evaluasi :
-          Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.
-          Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah
-          Mampu melakukan hubungan /interaksi sosial.

Intervensi :
1.      Pastikan dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.
Rasional :  Menunjukkan penghargaan dan hormat
2.      Tentukan pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya terhadap masalah kehidupan.
Rasional :  Memberi informasi tentang derajar menyangkal, mengidentifikasi koping yang digunakan pada rencana perawatan saat ini
3.      Tetap tidak bersikap tidak menghakimi
Rasional :  Konfrontasi menyebabkan peningkatan agitasi yang menurunkan keamanan pasien.
4.      Berikan umpan balik positif
Rasional :  Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku
5.      Pertahankan harapan pasti bahwa pasien  ikut serta dalam terapi
Rasional :  Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja.
6.      Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping.
Rasional :  Dengnan pemahaman dan dukungan  dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran.
7.      Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida
Rasional :  Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida (baygon)
8.      Bantu pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi
Rasional :  Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.

Diagnosa .4
Koping keluarga tidak efektif (tidak mampu) berhubungan dengan kerentanan pribadi anggota keluarga, krisis situasi, sosial.

Tujuan : Koping keluarga efektif.
Kriteria Evaluasi :
-          Mengungkapkan pengertian dinamika saling tergantung dan partisipasi dalam program individu dan keluarga.
-          Mampu mengidentifikasi perilaku koping tidak efektif.
-          Melakukanperubahan perilaku.
-          Mendukung terhadap program pengobatan & perawatan keluarga.

Intervensi :
1.      Kaji riwayat keluarga, gali masing-masing peran anggota keluarga
Rasional :  Menentukan area untuk fokus, potensial perubahan.
2.      Tentukan pemahaman situasi saat ini dan metode sebelumnya dari koping dengan masalah kehidupan.
Rasional :  Memberikan dasar informasi sebagai dasar perencanaan saat ini
3.      Kaji tingkat situasi/fungsi saat ini dari anggota keluarga.
Rasional :  Mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi situasi.
4.      Tentukan luasnya perilaku mampu yang dibuktikan oleh anggota keluarga gali dengan individu dan pasien.
Rasional :  Mampu adalah melakukan untuk pasien apa yang perlu untuk dirinya sendiri, individu ditolong dan tidak ingin  merasa tidak tidak berdaya untuk menolong orang lain & megeluh perilaku yang sangat destruktif.
5.      Berikan informasi faktual pada pasien dan keluarga tentang efek perilaku penalahgunaan zat pada keluarga dan apa yang diharapkan setelah pulang.
Rasional :  Banyak orang atau pasien yang tidak sadar tentang sifat bahan insektisida
6.      Dorong orang terdekat menyadari perasaan mereka sendiri dengan melihat situasi dengan perspektif dan objektivitas.
Rasional :  Bila anggota keluarga yang tergantung manjadi sadar  tentang tindakan mereka sendiri yang secara terus-menerus ada masalah, mereka perlu untuk memutuskan untuk mengubah diri mereka. Bila meeka berubah pasien dapat menghadapi konsekuensi tindakan pasien sendiri dan dapat memilih untuk mendapatkan yang baik.

7.      Kaji perasaan yang menimbulkan konflik individu.
Rasional :  Bermanfaat dalam membuat kebutuhan terapi untuk individu yang tergantung.

Diagnosa .5 :
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan pengobatan dan efek samping penggunaan obat zat insektisida berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien mempunyai pengathuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan dan efek samping penggunaan zat insektisida.
Kriteria Evaluasi :
-          Dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya sendiri dan rencana pengobatan.
-          Berpartisipasi dalam program pengoabatan.
-          Perubahan perilaku untuk tidak melakukannya lagi.

Intervensi :
1.      Sadari dan hadapi ansietas pasien dan anggota keluarga.
Rasional :  Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan mendegar dan mengasimilasi informasi.
2.      Berikan peran aktif untuk pasien dalam proses belajar.
Rasional :  Belajar dapat ditingkatkan bila individu secara aktif terlibat.
3.      Berikan informasi tertulis dan  verbal untuk indikasi.
Rasional :  Membantu pasien membuat pilihan berdasarkan informasi tentang masa depan yang bermanfaat untuk pendekatan terapi lain.
4.      Kaji pengetahuan pasien tangtang situasi sendiri misalnya penyakit, perubahan kebutuhan dalam gaya hidup.
Rasional :  Membantu dalam merencanakan perubahan jangka panjang yang perlu untuk mempertahankan status pantanan.
5.      Pantau ulang kondisi & prognosis/ harapan masa depan.
Rasional :  Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
6.      Diskusikan efek zat yang digunakan.
Rasional :        Informasi akan membentu pasien memahami  kemungkinan efek jangka panjang dari penggunaan zat.

Diagnosa .6 :
Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan  pada diri sendiri (berulang) berhubungan dengan perpanjangan depresi/tingkah laku ingin bunuh diri.
Tujuan : Tidak terjadi tindakan ulang kekerasan pada diri sendiri

Kriteria Evaluasi :
-          Mengutarakan pemehaman tingkah laku & faktor-faktor yang mempengaruhi.
-          Mencapai tahap hilangnya  rasa takut & realitas situasi.
-          Menunjukkan kontrol diri.

Intervensi :
1.      Kurangi ransangan, berikan ruangan yang tenang atau tempatkan pada ruangan yang stimulasinya dikurangi dibawah pengawasan.
Rasional : Menurunkan kreativitas dan menngkatkan rasa tenang.
2.      Izinkan orang-orang yang penting bagi pasien untuk tetap tinggal di dalam ruangan selama prosedur dilakukan jika dimungkinkan.
Rasional : Dapat memberikan efek ketenangan  jika melihat seseorang yang dikenal oleh pasien dan memberikan penenangan.
3.      Pindahkan barang-barang yang berpotensi membahayakan pasien dari lingkungannya.
Rasional : Menurunkan kemungkin pasien mencelakai orang lain atau melakukan ide bunuh diri.
4.      Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan agresif secara verbal.
Rasional : Memberikan jalan yang baru dalam mengekspresikan perasaan akan membentuk pasien belajar mengembangkan kemampuan  memecahkan masalah yang baik.
5.      Bantu pasien mengidentifikasi apa yang dapat menyebabkan pasien menjadi marah.
Rasional : Kesadaran akan reaksi merupakan  tahap pertama dari belajar untuk  berubah
6.      Berikan jalan keluar untuk mengekspresikan diri meliputi aktiivitas fisik.
Rasional : Dengan mengaktifkan fisik didalam menciptakan lingkungan yang aman dapat menurunkan dorongan untuk melakukan tindakan agresif.

DAFTAR  PUSTAKA

Arief, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika Aesculapius, Jakarta.
Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Marylin. D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta.
SMF Lab Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997), Prosedur Tetap SMF Penyakit Dalam, RSUD Dr. Soetomo Surabaya .